Sabtu, 17 Desember 2011

Bibir Merah


Jumat, 16 Desember 2011. Hari yang penuh berkah dan segala kenikmatanNya yang terus mengalir seperti air yang tidak akan pernah kering karena termakan oleh musim kemarau. Namun ada sedikit berbeda dengan yang aku alami hari itu. Tergolek lemah di atas kasur lepek. Futhur kata Akhi Zain lebih tepatnya. Baik fisik maupun psikis sedang didera dan diuji dengan hujan yang terus menerus turun tiada ampun.
Seminggu sudah aku berada dalam kebimbangan. Keadaan ini kerap terjadi akhir-akhir tahun ini. Di tengah kondisi fisik yang terus menurun, aku dihadapkan pada kondisi ekonomi yang terus merongrong jantung ini.
Saat dadaku mulai terasa sesak, segera berlari mencari ruangan yang sepi dan jauh dari keramaian untuk sekadar menenangkan detak jantung yang mulai tak beraturan. Puncak dari lelah itu pun tiba, Kamis, 15  Desember kemarin. Panas dingin, batuk, flu, pusing, itu yang terlihat secara kasat mata. Namun sejatinya sakit jiwa.
Tugas kuliah yang harus diselesaikan menambah kepenatan akhir tahun ini. Habibi, laptopku kini ngambek lagi. Beruntung mempunyai teman sebaik Fitri, yang selalu memberikan motivasi dan lelucon yang membuat bibirku sedikit melengkung. Jangan dibayangkan bagaimana kondisi tubuhku sekarang, ia tidak lagi seperti dulu.
Tepat pukul 06.30 WIB hari jumat, aku masih berada dalam gulungan selimut pink kesayanganku. Antrian jarum menusuk-nusuk kepalaku tak kunjung usai. Namun tetap harus aku paksakan. Kali ini ada bimbingan skripsi yang telah lama kutinggalkan. Percuma aku bimbingan siang nanti tapi pagi tidak masuk kuliah. “Telat 15 menit, ah tak masalah,” gumamku membatin hendak kuliah pagi. Terasa berbeda kelas kali ini, berlangsung sangat lama bagiku. Setelah izin 3 kali bolak-balik ke toilet, akhirnya sampai juga di ujung perkuliahan.
Usai kelas berakhir, segera menuju ruang Dekan untuk bimbingan skripsi. Kebetulan dosen pembimbing pertamaku Pak Dekan, yang katanya teman-teman cukup “sulit” dan “killer”. Namun tetap saja, beliau adalah salah satu dosen favoritku yang sempat mengampu matakuliah bahasa Arab di semester 5 lalu.
Terlihat seorang bapak-bapak duduk di ruang tunggu ruangan Pak Dekan. Sapa basa-basi beliau asal Ambon yang sedang menempuh S3 di UM dan hendak konsultasi mengenai disertasinya ke Pak Dekan. Setelah menunggu 20 menit, yang ditunggu pun telah datang. Pak Dekan memanggil kami satu per satu sesuai urutan antri. AlhamdulilLah… beliau menyetujui yang aku sampaikan. Semangatku menyelesaikan skripsi kembali memenuhi tiap denyut nadi.
Sesampainya di kamar, tubuhku kembali drop. Panas dingin menyerang lagi. Kebetulan teman-teman di rumah masih dengan aktivitasnya di luar. Aku gulungkan tubuhku kembali ke dalam selimut pink kesayanganku setelah minum obat. Tidak terasa hampir 2 jam aku tertidur, agak lumayan ringan hilang sedikit demi sedikit penat yang bercokol di kepalaku. Tetapi, entah langkahku gontai. Sempoyongan. Pandangan mataku kabur.
Adzan maghrib di Masjid samping rumahku terdengar mendayu-dayu memilukan batinku. Lamat-lamat aku kumpulkan tenaga untuk bangkit. Segera makan dan minum obat lagi. Mencoba seperti keadaan biasanya. Membaca novel mungkin sedikit menyegarkan pikiranku. Tidak juga, kepalaku semakin nyut-nyutan. Hidungku semakin memerah. Surat Al Kahfi & Al Isro yang terus bolak-balik aku putar. Senandung shalawat badar dan shalawat nariyah membuatku sedikit lebih nyaman. Ingatanku berlari jauh kembali ketika aku berada di Al Hikmah 2 saat khataman berlangsung. Shalawat itu mengiringi langkahku menuju panggung khataman yang disaksikan sekian ratus wali santri, termasuk orang tuaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar