Minggu, 19 Maret 2017

Lelaki Misterius

Ahad, 19 Maret 2017

Perjalanan semalaman di kereta dari Tegal menuju Kediri membuatku sedikit tidak nyaman karena ngantuk. Selalu waspada alih-alih kali pertama pergi seorang diri membawa barang cukup banyak. Tepat jam 06.50 pagi sampailah keretaku Majapahit di stasiun tujuan, Kediri. Pak Syamsul, orang yang bertugas menjemputku pun telah menunggu di pintu keluar. Kami bersalaman dan langsung menuju Kampung Inggris, tepatnya di Al Fitrah Course.

Pagi itu, begitu segar setelah semalaman begitu penat dan ngantuk tapi tak dapat memejamkan mata. Udara sepanjang jalan bak perawan desa tengah mandi di sungai yang mengalir jernih, dan itu membuatku begitu menikmatinya dan menambah semangat kian menggebu. Sesekali kami, aku bersama Pak Syamsul, bertukar cerita mengenai Jawa Timur, khususnya Kediri. Kusampaikan ini kali pertama aku pergi ke Pare seorang diri dan Pak Syamsul bercerita tentang Kediri seolah ia tour guide bagi wisatawan, ya aku. Ia pun menunjukkan bangunan bersejarah dan kebanggaan kota Kediri, yaitu Simpang Lima Gumul.


Simpang Lima Gumul, Monumen Kediri rasa Paris.... Monumen penuh Kenangan

Satu jam perjalanan dengan sepeda motor tidak begitu terasa karena Kediri
yang cantik dan Pak Syamsul yang ramah, dan sampailah aku di Al Fitrah Course. Ekspektasi dalam anganku, semua warga Pare begitu mahir berbahasa Inggris. Aku sempat berkecil hati karena hal itu. Karenanya, aku sengaja tidak membawa atribut-atributku untuk datang ke Pare. Biarlah mereka tahu aku yang sekarang tanpa apapun dan agar aku mampu mengekplor dari diriku dengan leluasa dan berimajinasi tanpa batas. Agar mereka bersikap dengan apa adanya padaku yang kubawa saat ini, bukan karena pangkat, jabatan, kekayaan, atau bersifat materi lainnya, karena sesungguhnya memang aku bukan siapa-siapa dan aku tidak punya apa-apa.

Ketika aku datang ke Al Fitrah, ada seorang laki-laki yang menyambutku. Tetapi saat itu ruangan begitu sepi, dan rupanya kini kutahu, sepi karena kelas belum dimulai. Pak Syamsul masih menungguku dengan sepeda motornya hingga aku benar-benar ada di tempat yang dituju. Sementara beliau menunggu, aku dipersilakan masuk ke rumah itu. Saat itu, aku sedikit bingung, ekspektasi dalam diriku, aku akan berhadapan dengan resepsionis dan aku akan bertanya-tanya terlebih dulu tentang kursus dan asrama yang tepat untuk kebutuhanku walaupun aku sudah registrasi sebagai syarat booking di Al Fitrah. 

Aku diantar ke ruang tengah yang ternyata banyak anak berkerumun di sana. Aku dipersilakan duduk sementara aku masih bingung. Aku pun lupa, lelaki mana yang mempersilakanku duduk di sofa tengah kala itu. Sosok lain, di hadapanku ada seorang laki-laki berambut keriting, humoris, suka bercanda, logatnya terlihat seperti Sunda. Dia bertanya mengenai apa dan bagaimana tujuanku ke Al Fitrah dengan suaranya yang renyah. Ketika aku ditanya mau apa datang ke Pare, aku jawab aku akan bermain. Ketika aku ditanya lulusan apa, aku bilang belum lulus, masih sekolah dan proses. Tetapi ketika diminta lebih jauh mengenai registrasi, saat itu aku keukeuh, aku ingin tahu lebih dulu mengenai asrama yang akan kutempati sebelum aku selesaikan registrasi.

Rupanya lelaki itu menyerah dengan sikap ngeyelku. Akhirnya ia tanyakan dengan siapa aku registrasi saat itu. Aku sampaikan dengan nama yang sesuai dengan nama kursus ini, ya Al Fitrah Piama. Karenanya, ia memintaku menelpon beliau dan menyampaikan aku sedang menunggunya di Al Fitrah Course. Sembari menunggu kedatangan beliau, kami kembali bercengkrama di samping ada tamu lain yang berkepentingan dengan Al Fitrah Course, yang kupikir sepertinya member dari kursus lain.

Al Fitrah Piama yang sedari tadi kutunggu akhirnya datang. Parasnya seperti dari luar Jawa, batinku. Kami bercengkrama mengenai prosedur pendaftaran. Sempat kutanyakan pula asal beliau, dan memang benar dari luar Jawa, lebih tepatnya Bima. Tetapi aku masih keukeuh ingin tahu lebih dulu asrama yang akan kutempati sebelum kusudahi proses registrasi. Akhirnya beliau pun menyudahi proses registrasi yang belum selesai itu dengan meminta salah satu member untuk mengantarku ke asrama yang dituju. Salah satu alasan kecil aku keukeuh sebenarnya karena aku luar biasa capek dan ingin segera istirahat. Alasan besarnya masih tersimpan, hehehe.

Pak Syamsul yang sedari tadi menunggu ikut mengiringi kami ke asrama yang ditunjuk. Aku pun berkenalan dan bertegur sapa dengan member yang ditunjuk mengantarku. Dia perempuan periang, ramah dan murah senyum yang juga asli Sunda, Majalengka, sama sepertiku, asli Sunda. Ia bercerita mengenai pengalamannya belajar di Al Fitrah yang ia mulai dari nol, dari basic, yang tidak mengerti sama sekali tentang bahasa Inggris. Kukira ia hanya menyamakan kondisi denganku agar aku lega dan nyaman belajar di Al Fitrah, pikirku. Karena kutahu ia baru saja lulus dari SMA yang tentu saja pelajaran bahasa Inggris masih baru saja ia pelajari sementara aku 10 tahun yang lalu dan telah melewati berbagai hal tentunya. Tetapi ia sukses dalam berkomunikasi karena ia mencoba menyelami hati seseorang yang bersamanya, yaitu aku. Dan akupun tahu itu.

Sampailah kami di asrama putri, asrama Girl Camp Al Fitrah, member yang mengantarku menyebutnya. Ia persilakan aku untuk istirahat dan dikenalkan dengan beberapa member lainnya yang ada saat itu. Aku diantarkan ke kamar nomor 3 untuk istirahat dan menunggu leader dari Girl Camp, sementara ia kembali ke asrama putra, Asrama Boy Camp Al Fitrah, untuk melanjutkan kegiatannya.

NB, treng teng teng....
-  Lelaki yang berlogat Sunda itu adalah Aa Indra Lesmana dari Bogor.
- Member perempuan dengan senyum lebarnya yang mengantarku ke Girl Camp adalah Winda Nurul Hidiniyah dari Majalengka.



Simak dan tunggu sesi-sesi selanjutnya yaaa.... pasti makin asyik dan penuh kejutan. Jangan lupa tinggalkan komentar Anda 😉

Tidak ada komentar:

Posting Komentar