Senin, 03 Oktober 2011

Kebersihan sebagian dari pada Iman

Pagi ini saya piket masak. Seharusnya semalam memasak juga untuk teman-teman yang hendak sahur. Apa mau dikataa tak ada yang mengingatkan saya pun lupa. Baru teringat usai shalat subuh. HamdanlilLah ternyata, si A. si B, C beserta saya tidak jadi shoum karena berbagai hal. "Uhhh selamat, tidak ada yang saya dholimi" gerutu saya.
Usai kultum ba'da shubuh, saya segera bergegas membeli beras dan sayuran. Segera diracik dan dipersiapkan. Ah tapi kenapa teman-teman ini tidak ada yang peduli dengan dapur. Berhubung dapur seperti kapal pecah--bekas masak kemarin tidak dibersihkan, bumbum-bumbu berserakan, cucian bekas makan menumpuk--saya rapi dan bersihkan terlebih dahulu. Agar nyaman dilihat, enak dirasa. Khususnya buat saya yang hendak akan memasak.
"Perempuan koq kemproh, kebersihan kan sebagian dari pada iman. Ada kelakar bila dapurnya bersih berarti orang ini bersih pula artinya tidak jorok, suka dengan kebersihan. Bukan suka dengan kebersihan tapi tidak mau membersihkan" Ukkkkhhh muangkel.
Ah tidak juga, kalo saya tidak memberikan contoh, mana bisa mereka akan melakukan yang saya ingin untuk kebaikan bersama. "Rasanya setiap kali jadwal saya memasak, piket, semua saya bersihkan, dan tidak tertinggal saya memberikan ultimatum, 'kalo tidak bisa membersihkan setidaknya jangan mengotori,' kembali saya ngomong sendiri.
HamdanlilLah hampir selesai, cukup ada sayur dan lauk. Sambil menunggu masakan matang dengan sempurna, semua yang kotor saya bersihkan. Barang-barang tidak terpakai saya musiumkan. Namun saat perjalanan memasak tiba di ujung, eh tiba-tiba "Mbak, saya titip gorengkan ini", Oke saya jawab. "Oya ini nasi semalam saya, mau dihangatkan." Monggo saya kembali menimpali. Eh, malah ngacak-ngacak barang yang sudah saya bereskan, mengotori meja makan, bagaimana hati ini tidak dongkol.
Ukhhhh, tidak suka kebersihan, kemproh, apa malas. Kembali saya gerutu sendiri. Saya dengannya sama-sama sudah usia dewasa, ya meskipun duluan saya beberapa bulan. Apa tidak memikirkan yang lain, contoh buat adek-adek, kebiasaan untuk selanjutnya ketika berrumah tangga, ah jadi terlalu panjang.
Saya pun menyadari mungkin dia sibuk atau buru-buru tapi ada cara yang lebih ahsan dab baik untuk semua. Ini juga merupakan pembelajaran bagi saya untuk bersabar, bijaksana, tetap memberikan contoh yang baik, menegur dengan baik pula. 
Semoga yang merasa dan membaca, tidak tersakiti. Semua demi kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar