Minggu, 02 Oktober 2011

RPP Bahasa Indonesia SMA Kelas XII Semester 1



Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Sekolah                       : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester           : XII/I
Materi Pokok              : Unsur-unsur Intrinsik dalam Penggalan Novel
Aspek                         : Mendengarkan
Standar Kompetensi   : Memahami pembacaan novel
Kompetensi Dasar      : Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel
Karakter                      : Menyenangkan, kreatif, peka, dan teliti
Alokasi Waktu            : 4 x 40 Menit

A.      Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu:
1.         Menceritakan kembali penggalan novel yang dibacakan
2.         Menentukan unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan dengan tepat dan teliti.
3.         Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan dengan cermat.
B.       Indikator Pembelajaran
1.         Siswa mampu menceritakan kembali penggalan novel yang dibacakan
2.         Siswa mampu menentukan unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan dengan tepat dan teliti.
3.         Siswa mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan dengan cermat.

C.       Materi Pembelajaran
1.         Contoh-contoh penggalan novel; terlampir.
2.         Unsur-unsur intrinsik novel yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam, diantaranya, tema, penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, latar atau seting, dan amanat.
a.         Tema
Tema adalah pokok permasalahan yang ada dalam sebuah cerita.
b.        Penokohan
Penokohan adalah pemberian watak atau karakter pada masing-masing pelaku dalam sebuah cerita. Pelaku bisa diketahu karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal.
c.         Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita.
Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.
d.        Sudut pandang
Menurut Harry Show (1972 : 293), sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :
1)        Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2)        Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3)        Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
e.         Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika.
Macam-macam gaya bahasa:
1)        Personifikasi: gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat -sifat seperti manusia.
2)        Simile (perumpamaan): gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan penibaratan.
3)        Hiperbola: gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.
f.         Latar atau setting
Latar atau setting adalah penggambaran terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita meliputi tempat, waktu, sosial budaya, dan keadaan lingkungan.
g.        Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan dalam cerita.


Tips Pembacaan Novel
a)        Pembaca yang membacakan novel perlu menghidupkan watak-watak tokoh dalam cerita itu dengan suasana, mimik, dan gerak yang sesuai.
b)        Pembaca yang menyatakan bacaan itu dengan suara-suara khas untuk membedakan watak atau karakter dari masing-masing tokoh.
c)        Pembaca perlu memiliki kecepatan pandang yang tinggi serta arah pandangan yang luas dan menyerah.
d)       Pembaca harus dapat mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat agar jelas maknanya bagi para pendengar.

D.      Metode Pembelajaran: Bertukar Pasangan

E.       Langkah-langkah Pembelajaran
1.         Kegiatan Pra (awal) 25 menit
a.         Guru memberikan apersepsi dengan menanyakan novel yang disukai siswa.
b.        Guru menunjukkan contoh penggalan novel dan mengapresiasi dari beberapa unsur-unsur intrinsik yang ada.
c.         Guru memberikan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2.         Kegiatan Inti (110 menit)
a.         Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru dapat menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya masing-masing).
b.        Guru memberikan tugas untuk menunjukkan unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan* sesuai dengan pengetahuan siswa selama 15 menit.
c.         Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
d.        Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka selama 5 menit.
e.         Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan, kemudian disampaikan kepada pasangan semula.
f.         Hasil kerja siswa dikumpulkan di meja guru.
g.        Guru memberikan materi dan konfirmasi kepada siswa atas hasil kerja siswa mengenai unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang telah dibacakan selama 15 menit.
h.        Siswa kembali ke pasangan masing-masing.
i.          Guru memberikan tugas untuk menunjukkan unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel kedua yang dibacakan* sesuai dengan materi yang telah disampaikan selama 15 menit.
j.          Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
k.        Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka selama 5 menit.
l.          Setelah selesai, guru menunjuk salah satu siswa untuk kembali menceritakan ulasan pada penggalan novel yang telah dibacakan selama 10 menit.
m.      Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan, kemudian disampaikan kepada pasangan semula.
n.        Setelah selesai, siswa diminta untuk menukarkan hasil kerjanya kepada pasangan lain dan saling mengemukakan pendapat selama 10 menit.
o.        Setelah selesai, siswa diminta untuk mengumpulkan hasil kerjanya kepada guru untuk diperiksa dan dinilai.

* yang membacakan bisa oleh guru, melalui media audio, audio visual, atau siswa.
3.         Kegiatan Pasca (akhir) 25 menit
a.         Siswa diminta menulis ulasan penggalan novel kedua yang telah dibacakan selama 10 menit.
b.        Guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman langkah memahami dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik pada penggalan novel yang dibacakan pada materi yang telah dilalui selama 10 menit.
c.         Siswa diminta merekam pembacaan penggalan novel yang disukai dan menunjukkan unsur-unsur intrinsiknya untuk dikumpulkan pekan selanjutnya.
d.        Penutup.

F.        Sumber Belajar
1.         Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas XII Semester I
2.         Modul
3.         Lembar Kerja Siswa
4.         Beberapa Novel (penggalan/utuh)
5.         Materi dari berbagai sumber (buku, artikel, jurnal, dll)

G.     Penilaian
1.             Penilaian Proses
Penilaian proses dilakukan saat pembelajaran dengan menekankan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran, kemampuan bekerjasama, dan kualitas ide yang disampaikan.
2.             Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar dilakukan dengan memerhatikan proses kreatif siswa dalam memahami pembacaan novel dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik.
3.             Instrumen Penilaian
Bentuklah pasangan kerja siswa untuk saling tukar informasi mengenai pemahaman pembacaan novel dan unsur-unsur intrinsik!








H.    Lampiran
a.              Pengalan Novel

Kapas-kapas di Langit
(Piepit Senja)

Haliza mendadak berhenti, meletakkan alat pengering rambut di atas dipannya dan menghampiri Garsini. Dipandanginya wajah Muslimah Indonesia itu dengan cemas.
“Jangan katakan kau tak punya rencana bepergian… Pasti sudah punya rencana khusus, ya kan? Mau ke mana? Kyoto atau Saporo? Ooh, suasana kuil Budha di Nara musim semi begini…”
Apa Haliza lupa, kalau aku bukan anak orang berduit? Memang ada uang saku yang kuterima per bulannya, tapi itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kelancaran perkuliahan. Sementara gaya hidup di Jepang sangat mahal!
“Tidak, aku tidak tahu mau ke mana!” pintas Garsini terdengar agak mengeluh dan balik menatapnya, kali ini disertai sedikit harapan. “Aku sama sekali tak punya rencana ke mana-mana…”
“Bagaimana kamu bisa…” Haliza terheran-heran menatapnya.
“Oh, Haliza bagaimana kalau… ajak aku, ya, please?” pintanya terdengar mengiba. Sungguh amat kontras dengan karakternya yang Srikandi!
Haliza terperangah dalam rasa bersalah. Garsini sesaat mengguncangguncang lengannya, masih menatapnya dalam harapan. Tapi manakala dilihatnya wajah cantik itu dikabuti rasa bersalah, sadarlah dirinya bahwa harapannya hanya akan menyulitkan Haliza. Perlahan dilepaskannya tangan gadis itu dan otaknya mulai sibuk menemukan gagasan.
Apa masih berlaku tawaran dari Nakajima-san sebagai relawan MeSci, museum sains itu, ya? Lelaki tua itu mengingatkan Garsini kepada mendiang kakeknya. Musim semi ini ia bermaksud mengunjungi keluarganya di Saporo. Ia mencari relawan untuk menggantikannya, sementara dirinya bepergian ke luar kota selama beberapa hari.
Mayumi-san, mahasiswi jurusan sastra yang menyampaikannya kepada Garsini. Sahabat Jepun-nya itu relawan musiman di museum sains terbesar di Jepang.
Afwan, ya Garsini… Tentu mereka sudah merencanakan ini sejak lama. Tak mungkin kan kalau tiba-tiba…” Suara Haliza terdengar terpatah-patah, minta pengertiannya yang dalam.
“Tak apa, sudahlah… Jangan khawatir, Haliza,” tukas Garsini gegas merangkul bahunya dan memeluknya erat. Ia kemudian bangkit dan berusaha mengubah kemuraman wajahnya. Berjalan menghampiri ransel berukuran sedang yang sudah siap menunggu pemiliknya membawanya kembara itu, ia bertanya keheranan. “Hanya ini bawaanmu, hm…?”
“Mereka beramanat agar aku tak banyak bawaan. Semuanya sudah disediakan, kata Mak Tuo tu… Ngng, masih famili Abang Rashid,” jelas dara Malaysia itu dengan wajah memerah.
Garsini tersenyum paham. Ia tentu saja tak ingin mengganggu sebuah keluarga yang hendak mempererat tali silaturakhim. Mereka keluarga calon suami Haliza dan khusus mengundangnya. Tentu bukan sekadar undangan biasa. Ada maksud lebih jauh di luar sekadar menampung seorang mahasiswi yang ingin menikmati libur panjang.
“Sungguh kau tak apa-apa?” Haliza telah siap berangkat. Masih diliputi perasaan bersalah, tapi ia pun tak mungkin membuyarkan rencananya. Garsini telah menyegarkan diri, tampaknya siap pula hendak bepergian. Wajahnya berseri-seri dan sarat percaya diri seperti biasa. Ia menggelengkan kepalanya.
”Aku baru ingat, sepupuku dari Holland akan libur di Tokyo. Sebaiknya aku jalan saja, melihat-lihat hotel yang pantas untuknya.” Dalihnya tak dibuatbuat, itu memang benar dan ia baru mengingatnya lagi kini.
Keduanya meninggalkan kamar, jalan bergandengan menyusuri koridor yang telah lengang. Setelah beberapa saat lalu para gakusei yang kebelet menikmati liburan musim semi, bertemperasan hampir secara serempak. Ditunggu oleh taksi-taksi yang telah mereka panggil, dan secara serempak pula mengklakson mereka tanpa ampun, hingga seolah balik menteror.
Mungkin karena sepagi itu mereka telah dipanggil. Padahal saat awal libur musim semi begini nikmatnya berkumpul bersama anak dan istri di rumah, atau merencanakan wisata ke tempat rekreasi yang sejak lama diidamkan.


Ketika Cinta Bertasbih
(Habiburrohman El Shirazy)

Langit dini hari selalu memikatnya. Bahkan sejak ia masih kanak-kanak. Bintang yang berkilauan di matanya tampak seumpama mata ribuan malaikat yang mengintip penduduk bumi. Bulan terasa begitu anggun menciptakan kedamaian di dalam hati. Ia tak bisa melewatkan pesona ayat-ayat kauni yang maha indah itu begitu saja.
Sejak kecil Abahnya sudah sering membangunkannya jam tiga pagi. Abah menggendong dan mengajaknya menikmati keindahan surgawi. Keindahan pesona langit, bintang gemintang, dan bulan yang sedemikian fitri.
"Di atas sana ada jutaan malaikat yang sedang bertasbih." Begitu kata Abahnya yang tak lain adalah Kiai Lutfi sambil menggendongnya. Ia tidak mungkin melupakannya.
"Jutaan malaikat itu mendoakan penduduk bumi yang tidak lalai. Penduduk bumi yang mau tahajjud saat jutaan manusia terlelap lalai." Sambung Abah sambil membawanya ke masjid pesantren.
Abah lalu mengajaknya untuk akrab dengan dinginnya mata air desa Wangen. Setelah mengambil air wudhu, Abah mengajaknya keliling pesantren, mengetok kamar demi kamar sambil berkata, "Shalat, shalat, shalat!" Setelah semua kamar diketuk, sang Abah mengajaknya kembali ke masjid untuk shalat. Beberapa orang santri ada yang sudah shalat. Ada yang masih mendengur berselimut sarung.
Setelah shalat sebelas rakaat Abah mengajaknya berdoa.
"Ayo Nduk, kita berdoa biar diamini jutaan malaikat."
Dan tatkala fajar merekah kemerahan di sebelah timur, Abah bertasbih dan mengajaknya menikmati keindahan yang menggetarkan itu. Lalu dengan menggendongnya kembali, Abah mengajaknya keliling pesantren untuk kedua kalinya. Kali ini Abah membangunkan para santri dengan suara lebih keras, dengan nada sedikit berbeda,
"Subuh, subuh, shalat! Subuh, subuh, shalat!"
Lalu azan subuh berkumandang.
Azan subuh selalu menggetarkan kalbunya. Alam seperti bersahut-sahutan mengagungkan asma Allah. Fajar yang merekah selalu mengalirkan ke dalam hatinya rasa takjub luar biasa kepada Dzat yang menciptakannya. Setiap kali fajar itu merekah ia rasakan nuansanya tak pernah sama. Setiap kali merekah selalu ada semburat yang baru. Ada keindahan baru. Keindahan yang berbeda dari fajar hari-hari yang telah lalu. Rasanya tak ada sastrawan yang mampu mendetilkan keindahan panorama itu dengan bahasa pena. Tak ada pelukis yang mampu melukiskan keindahan itu dalam kanvasnya. Tak ada! Keindahan itu bisa dirasakan, dinikmati dan dihayati dengan sempurna oleh syaraf-syaraf jiwa orang-orang yang tidak lalai akan keagungan Tuhannya.
Langit dini hari selalu memikatnya. Bahkan sejak ia masih kanak-kanak. Azan subuh selalu menggetarkan kalbunya. Dan fajar yang merekah selalu mengalirkan kedalam hatinya rasa takjub luar biasa kepada Dzat yang menciptakannya.
Anna berdiri di depan jendela kamarnya yang ia buka lebar-lebar. Ia memandangi langit. Menikmati fajar. Dan menghayati tasbih alam desa Wangen pagi itu. Dengan dibalut mukena putihnya ia menikmati keindahannya dari jendela kamarnya. Ia hirup dalam-dalam aromanya yang khas. Aroma yang sama dengan aroma yang ia rasakan saat ia kecil dulu. Tidak jauh berbeda. Aroma daun padi dari persawahan di barat desa. Goresan yang indah bernuansa surgawi. Angin pagi yang mengalir sejuk menyapa rerumputan yang bergoyang-goyang seolah bersembahyang.
Di kejauhan beberapa penduduk desa sudah ada yang bergerak. Ada rombongan ibu-ibu yang mengayun sepeda membawa dagangan di boncengan. Mereka menuju pasar Tegalgondo. Biasanya mereka shalat subuh di sana sebelum menjajakan dangangan mereka. Penduduk Pesantren Daarul Quran, baik yang putra maupun yang putri sebagian besar telah bangun dan bersiap untuk shalat subuh. Kiai Lutfi, pengasuh utama Pesantren Daarul Quran sudah shalat sunnah fajar di masjid.
Anna shalat sunnah dua rakaat lalu beranjak ke masjid. Masjid pesantren yang terletak di tengah-tengah desa Wangen, Polanharjo, Klaten itu kini jauh lebih megah dari waktu ia masih kecil dulu. Dulu masjid pesantren itu berdinding papan dan lantainya ubin kasar. Hanya muat untuk dua ratusan orang saja. Saat itu jumlah santri baru seratus tujuh puluh. Semuanya putra. Karena memang belum membuka pesantren putri. Sekarang masjid itu sudah mampu menampung seribu lima ratus orang. Dua lantai. Lantai bawah untuk santri putra dan lantai atas untuk santri putri. Jumlah santri sudah mencapai seribu tiga ratus. Delapan ratus untuk santri putra dan lima ratus untuk santri putri.
Lantai atas masjid itu putih. Penuh oleh santriwati berbalut mukena putih. Mereka seumpama bidadari-bidadari yang turun ke bumi bersama para malaikat pagi. Sebagian sedang shalat sunnah. Sebagian duduk membaca Al Quran. Sebagian yang lain duduk sambil berzikir. Anna shalat tahiyyatul masjid di tengah-tengah mereka. Jika para bidadari memiliki ratu, maka Anna Althafunnisa-lah ratunya para bidadari yang mengagungkan asma Allah di masjid itu.



Ketika Mas Gagah Pergi
(Helvy Tiana Rosa)

"Mas Gagah ! Mas Gagaaaaaahhh!" teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras.

Tak ada jawaban. Padahal kata mama Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa membaca artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam!

"Assalaamuálaikuuum!" seruku.

Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.

"Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita ? Kok teriak-teriak seperti itu?" tanyanya.

"Matiin kasetnya !" kataku sewot.

"Lho emang kenapa ?"

"Gita kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah ! Memangnya kita orang Arab... , masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!" aku cemberut.

"Ini nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi dzikir, Gita !"

"Bodo !"

"Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh dong Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap baik di kamar sendiri," kata Mas Gagah sabar. "Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek..., mama bingung. Jadinya ya, di pasang di kamar."

"Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru..., eh tiba-tiba terdengar suara aneh dari kamar Mas!"

"Mas kan pasang kasetnya pelan-pelan..."

"Pokoknya kedengaran!"

"Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus, lho !"

"Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!" aku ngloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah.

Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Kemana kaset-kaset Scorpion, Wham!, Elton John, Queen, Bon Jovi, Dewa, Jamrood atau Giginya ?

"Wah, ini nggak seperti itu, Gita ! Dengerin Scorpion atau si Eric Clapton itu belum tentu mendatangkan manfaat, apalagi pahala. Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Gita mau denger ? Ambil aja di kamar. Mas punya banyak kok !" begitu kata Mas Gagah.

Oalaa!



b.             Bahan Ajar
Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.
1.             Tema cerita
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.

2.             Alur Cerita
Sebuah cerita menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.
Lebih lanjut Stanton mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.

3.             Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

4.             Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi.
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.
a)             Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
b)             Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
c)             Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
  
5.             Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.

Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.
a)             Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan ”aku”, atau seperti tak seorang pun)?
b)             Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti-ganti)?
c)             Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikirn, atau persepsi pengarang; kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)?
d)            Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)?

Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama.
a.              Sudut pandang persona ketiga : ”Dia”
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang ”dia”dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertian” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.

1)        ”Dia” mahatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia” yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2)        ”Dia” terbatas, ”Dia” sebagai pengamat
Dalam sudut pandang ”dia” terbatas, seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

b.             Sudut Pandang Persona Pertama: ”Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ”aku” tersebut.
1)        ”Aku” tokoh utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
2)        Aku” tokoh tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.

Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

6.             Gaya Bahasa dan Nada
Bahasa dalam cerita memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerita ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.
c.              Instrumen Asesmen
Bentuklah dua kelompok besar dan kecil untuk saling tukar informasi mengenai cerpen yang telah ditulis!


Rubrik Penilaian Pembacaan Penggalan Novel

Nama Siswa                    :
Kelas/No. Absen             :
Tanggal Penilaian            :
Kompetensi Dasar           : Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel

No
Aspek Penilaian
Deskripsi
Skor
1.




Menyebutkan Unsur Intrinsik yg ada pada penggalan novel
a.   Sangat lengkap (90 – 100)
b.   Lengkap (80 – 89)
c.   Kurang lengkap (70 – 79)
d.   Tidak lengkap (0 – 69) 
 

-  semua unsur dalam penggalan novel
-  kurang satu atau dua unsur
-  kurang dua unsur
-  kurang tiga unsur
2.




Kejelasan bahasa yang digunakan 
a.    Sangat jelas (90 – 100)
b.    Jelas (80 – 89)
c.    Kurang jelas (70 – 79)
d.   Tidak jelas (0 – 69)


-  kalimat jelas, runtut, dan pilihan diksi tepat
-  kalimat jelas, tidak runtut, dan pilihan diksi tepat
-  kalimat tidak jelas, tidak runtut, dan pilihan diksi tepat
-  kalimat tidak jelas, runtut, dan pilihan diksi tidak tepat
3.



Keruntutan dalam penceritaan: 
a.   Sangat baik (90 – 100)
b.   Baik (80 – 89)
c.   Cukup baik (70 – 79)
d.   Kurang baik (0 – 69)
   
-  Runtut, kohesi, dan koherensi
-  Runtut, kohesi, dan tidak koherensi
-  Tidak runtut, kohesi, dan koherensi
-  Tidak runtut, tidak kohesi dan koherensi
Total Skor

Keterangan:
Penilaian dilakukan dengan cara membagi jumlah skor dengan 3 aspek yang dinilai.

Mengetahui,                                                                                       ....………,  …………………
Kepala Sekolah                                                                            Guru Mata Pelajaran,
  
  
————————————–                                                       ———————————-
NIP                                                                                                  NIP



Tidak ada komentar:

Posting Komentar