Aku memaksa.
Adik sepupu Umi, Tina namanya. Melarangku melakukan penelitian di kampungnya lantaran ada seorang gadis kecil yang aneh di kampung Talung itu. Namun aku bersikeras tetap akan melakukan tugas dari kampus untuk penelitian. Dengan alasan apa pun dan siapa pun yang mencegahku, terlebih hanya karena keberadaan gadis kecil itu.
Adik sepupu Umi, Tina namanya. Melarangku melakukan penelitian di kampungnya lantaran ada seorang gadis kecil yang aneh di kampung Talung itu. Namun aku bersikeras tetap akan melakukan tugas dari kampus untuk penelitian. Dengan alasan apa pun dan siapa pun yang mencegahku, terlebih hanya karena keberadaan gadis kecil itu.
Bi Tina pun akhirnya
menampungku. Ia hanya berpesan untuk tidak keluar rumah dan telingaku ditutup
kapas agar tidak dapat mendengar apa pun saat malam tiba. Aku semakin
penasaran. Pesannya aneh dan tidak masuk akal.
Malam pertamaku di Talung
penuh teka-teki. Aku tidak menuruti apa kata bibi. Aku mencoba membuat beberapa
langkah untuk penelitian hingga larut malam. Tepat jam 00.00 WIB aku merasakan
sesuatu yang ganjil. Tangis panjang anak kecil yang memilukan. Namun semakin
lama suara itu terasa semakin dekat. Telingaku tak dapat menahannya. Berdarah.
Walau aku terus mencoba menutup telingaku sekuat tenaga untuk tidak mendengar
jeritan gadis kecil itu.
Satu jam terlewati. Suara itu
pun laun berhenti pelan. Bibi
yang sejak sore tidak tidur menghampiri kamarku. Ia kaget melihat tangan dan
telingaku berdarah. Namun bibi mengerti lantaran sifatku yang keukeuh
dan tidak mau menuruti apa kata orang jika memang tak beralasan.
***
Talung yang hijau. Dedaunan
menari riang. Angin melambai-lambai. Sinar mentari pun ikut melengkapi
kesempurnaan Talung. Talung memang kampung yang asri. Lokasi yang berada di
kaki gunung membuatnya banyak dicintai warga. Namun saat malam tiba, kampung
terasa mati.
Pagi ini bibi mengajakku ke
ladangnya di seberang sungai yang lumayan jauh dari rumah. Saat perjalanan, aku
melihat gubuk yang aneh, kecil, gelap dan terkesan menyeramkan. Aku tak begitu
menghiraukan.
Penelitian aku mulai dengan
berkunjung ke Pak Lurah dan pihak-pihak terkait yang kubutuhkan. Usai mendapat
persetujuan dari mereka, aku berkeliling kampung untuk lebih memastikan apa
yang dibutuhkan masyarakat dalam waktu dekat ini. Namun ada sedikit keganjilan
dengan sikap Pak Lurah yang mungkin ada sesuatu yang ia sembunyikan. Oleh
karenanya aku semakin penasaran apa yang terjadi pada masyarakat Talung saat
ini.
Dari beberapa warga yang
kutemui, mereka semua berpesan untuk tidak mendekati gubuk yang ada di seberang
sungai. Namun mereka tidak memberi alasan dan itu membuatku semakin ingin
mengetahuinya.
Waktu hampir maghrib, dan aku
belum dapat menemukan alasan sikap warga yang aneh itu. Aku putuskan untuk
mencarinya kembali esok hari. Namun dalam perjalanan pulang aku melihat dua
gubuk di seberang sungai menyeramkan itu. Di depan gubuk itu, ada seorang nenek
yang sedang memintal.
Aku memberanikan diri untuk
mendekat. Nenek tua itu pun merasakan kehadiranku. Ia memanggilku. Ia berpesan
untuk tidak mengulang lagi mendekati gubuknya. Untuk pertama dan terakhir
kalinya. Nenek tua itu juga tahu alasan aku mendekati gubuk menyeramkannya.
Oleh karenanya, ia menceritakan sesuatu yang aku cari-cari tentang gadis kecil
yang menangis di malam hari.
***
Di balik tirai itu, aku tahu
sesuatu yang mungkin dapat menghilangkan nyawa siapa pun dalam sekejap. Bahkan
seekor lalat sekalipun.
Arini,
gadis kecil yang haus akan darah dan cinta. Lolongan tangisnya memecahkan malam
yang hening. Junghun tepat menunjukkan angka 00.00 WIB. Warga takkan
lagi heran jika tiba tepat jarum menunjuk pada angka itu akan ada suara yang
mengguncangkan kampung. Siapa pun takkan berani keluar rumah dan semua berusaha
semampu mereka untuk menutupi telinga karena dengan suara itu telinga mereka
pasti berdarah. Bahkan sampai mati.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar