Nilai Ujian Akhir Nasional, hingga saat ini masih
menjadi tolok ukur paling ampuh melihat tingkat keberhasilan belajar siswa, juga
menjadi tolok ukur tingkat kesuksesan guru mengajar. Kelulusan pun bertumpu pada
nilai ini, meskipun belakangan banyak guru yang protes agar kelulusan
siswa tidak ditentukan dari nilai Ujian Akhir Nasional. Sebagai ekspresi melihat
nilai yang didapat siswa pada Ujian Nasional maupun nilai Ujian Akhir Sekolah,
yang seringkali muncul adalah ketidakpuasan. Baik dirasakan olehs iswa itu sendiri,
orang tua siswa, guru bahkan segenap keluarga besar sekolah. Lebih-lebih jika
banyak siswa yang mendapat nilai rendah dan berujung pada ketidaklulusan. Setidak-tidaknya
ada tiga hal yang mampu memicu tidak suksesnya kegiatan belajar mengajar
yang berujung pada hasil nilai yang rendah.
Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai
bidang kehidupan selalu melaju lebih dahulu dari pada proses pengajaran dan
pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran danp embelajaran tidak cocok/pas
dengan kenyataan kehidupan yang diarungi olehsiswa. Kedua, pandangan-pandangan
dan temuan-temuan kajian baru dariberbagai bidang tentang pembelajaran dan
pengajaran membuat paradigma,falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada
sekarang tidak memadai atautidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan
kenyataan negatif tentanghasil pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan
paradigma, falsafah,dan metodologi pembelajaran.
Model pembelajaran, dipandang paling punya peran
strategis dalam upaya mendongkrak keberhasilan proses belajar mengajar.
Karena ia bergerak dengan melihat kondisi kebutuhan siswa, sehingga guru
diharapkan mampu menyampaikan materi dengan tepat tanpa mengakibatkan siswa
mengalami kebosanan. Namun sebaliknya, siswa diharapkan dapat tertarik dan terus
tertarik mengikuti pelajaran, dengan keingintahuan
yang berkelanjutan. Berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan
secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan
kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan
rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas
individu maupuh kelompok.
Terdapat model pembelajaran paling konvensional, yaitu
tatap muka dan berpusat padaguru (teacher center) sampai dengan pembelajaran
berpusat pada siswa (student center), pembelajaran jarak jauh (distance
learning) yang diterapkan pada universitas terbuka dan berbagai program
sertifikasi online juga terus menerus dikembangkan. Journal Teknodik. 22, 2007.
Terdapat pula pembelajaran kooperatif yang
didalamnya mengandung saling ketergantungan positif di antara siswa/mahasiswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa punyai kesempatan yang sama
untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat padasiswa dalam bentuk diskusi,
mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam
memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi,
serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran
kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat
penguasaan yangrelatif sama atau sejajar. Ada 4 macam model pembelajaran
kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu; (1) Student Teams
Achievement Division (STAD), (2) Group Investigation, (3) Jigsaw, dan (4)
Structural Approach. Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk
kelas-kelas rendah adalah; (1) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8 (setingkat
TK sampai SD), dan Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan
pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar